Welcome to our site

welcome text --- Nam sed nisl justo. Duis ornare nulla at lectus varius sodales quis non eros. Proin sollicitudin tincidunt augue eu pharetra. Nulla nec magna mi, eget volutpat augue. Class aptent taciti sociosqu ad litora torquent per conubia nostra, per inceptos himenaeos. Integer tincidunt iaculis risus, non placerat arcu molestie in.

Sustainable Transportation as a Problem Solving for Problems Transport

Senin, 22 November 2010

BAB I
PENDAHULUAN

Transportasi merupakan suatu komponen pokok dan vital dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kebanyakan kegiatan perpindahan manusia maupun barang menggunakan transportasi sebagai sarana penunjang kegiatan untuk memudahkan pengguna. Kondisi sosial demografis wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Dengan tingginya angka kepadatan penduduk juga akan memuliki pengaruh besar dan signifikan terhadap kemampuan transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk yang bersamaan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi berdampak secara signifikan terhadap meningkatnya mobilitas penduduk terutama di kota-kota besar. Dengan adanya hal tersebut sehingga membutuhkan daya dukung berupa sarana dan prasarana transportasi demi menjaga keberlanjutan kegiatan ekonomi kota serta menunjang pencapaian sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun pencapaian sasaran pembangunan juga telah menimbulkan masalah di bidang transportasi pada perkotaan. Di antaranya adalah kemacetan lalu lintas, kecelakaan, polusi udara, dan kebisingan. Kemacetan lalu lintas yang semakin hari semakin serius yang diakibatkan oleh tingginya volume lalu lintas yang bersamaan. Hal ini juga berdampak pula terhadap kualitas udara perkotaan terutama pada kota-kota besar yang padat akan penduduk dan transportasi.
Permasalahan transportasi di perkotaan perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan karena transportasi memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan, sosial, ekonomi hingga pekembangan kota itu sendiri. Tumbuh dan berkembangnya suatu kota didukung oleh sistem transportasi yang baik dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Dimana tingkat kebutuhan akan transportasi harus di imbangi dengan kualitas pelayanan serta tingkat pelayanan yang memadai. Seperti contoh pada sistem transportasi di Jakarta, tingginya kebutuhan akan transportasi daan masalah kemacetan yang kompleks mengakibatkan menculnya moda transportasi busway yang diperhitungkan dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Sistem transportasi busway ini dilengkapi dengan sistem jaringan dan sistem pelayanan khusus. Namun kenyataannya moda transportasi ini pun belum mampu mengurangi permasalahan transportasi di kota ini.
Transport systems are the response to the ever-growing needs for contacts between individuals and societies and for the movement of commodities as part of national and global economies. (Tolley R and Turton B, 1995 : 1). Di negara-negara maju, seperti Jepang dan Amerika, sistem transportasi yang dimiliki merupakan suatu keberhasilan dan best practice yang mampu memecahkan permasalahan transportasi secara signifikan dan efektif. Faktor keberhasilan ini antara lain yaitu sistem transportasi, moda, tingkat pelayanan dan keamanan yang baik dan terjamin, serta kebijakan dalam penentuan tarif dan lainnya yang membuat negara-negara ini pantas untuk di contoh dalam kesadarannya akan permasalahan transportasi. Kebutuhan akan keamanan dan kenyamanan dalam bertransportasi mempengaruhi pelayanan pola sistem jaringan yang ada. Pada dasarnya, transportasi umum yang digunakan oleh masyarakat yaitu transportasi jalan, sungai, kereta, danau, laut, serta udara. Untuk transportasi jalan, banyak terdapat moda transportasi seperti mobil, sepeda motor, dan bus. Di perkotaan, masalah transportasi yang timbul karena adanya faktor terbesar yaitu banyaknya jumlah transportasi khususnya kendaraan pribadi.
Kemacetan lalu lintas sebagian besar ditimbulkan karena banyaknya kendaraan pribadi yang menumpuk dalam waktu bersamaan. Kemacetan ini bukan hanya memberikan dampak bagi pengguna, tetapi juga bagi lingkungan. Dengan banyaknya jumlah kendaraan secara tidak langsung juga menambah jumlah resiko kecelakaan dan polusi udara yang dihasilkan oleh gas buang dari kendaraan tersebut. Di kota-kota besar Indonesia seperi Jakarta, kendaraan, kemacetan, kecelakaan, serta polusi udara merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan. Udara di Jakarta tidaklah lagi sehat, awannya yang hitam akibat pencemaran gas buang dari kendaraan bermotor ini tentunya berpengaruh terhadap kesehatan seluruh warga Jakarta.
Selama ini kendaraan pribadi rata-rata setiap harinya hanya berisi satu orang. Jadi jika satu orang itu dialihkan untuk menggunakan kendaraan umum, maka bisa dibayangkan berapa banyak bahan bakar yang akan tersimpan dan berapa banyak kemacetan dan emisi kendaraan yang akan berkurang. Dengan asumsi tersebut, maka muncullah sebuah konsep transportasi yang dikemukakan oleh pemerintah dan para ahli yang telah berhasil di negara lain, seperti di Negara Curitiba. Negara tersebut memiliki sistem tranportasi yang cukup berhasil sehingga mempengaruhi perkembangan bidang lainnya, seperti komersial dan industri dan tata kotanya pun menjadi lebih baik dan teratur.
Konsep yang digunakan adalah sustainable transportation. Konsep ini telah banyak diterapkan di negara-negara maju maupun berkembang dan cukup berhasil menangani permasalahan transportasi. Konsep dari sustainable transportation ini lebih ditekankan kepada penggunaan moda transportasi dan infrastruktur transportasi lainnya yang bekerja secara bersama-sama untuk memperlancar kegiatan trasnportasi tersebut. Namun, kegiatan tersebut tidak boleh meninggalkan masalah bagi generasi mendatang. Misalnya saja, polusi dan ketersediaan ruang publik untuk masyarakat.
Seperti yang kita ketahui, sarana angkutan di daerah perkotaan kian bertambah, namun pertambahan jumlah sarana angkutan tersebut tidak sebanding dengan pertambahan prasarana jalan. Hal ini menyebabkan kemacetan terutama pada jam-jam sibuk di hampir semua bagian kota. Disisi lain, lahan yang tersedia untuk pembangunan jalan semakin terbatas. Sehingga jika pembangunan prasarana jalan tetap menjadi pilihan maka penggusuran dan pembongkaran sejumlah bangunan tetap saja tidak dapat dihindarkan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan masalah sosial yang pada pelaksanaannya akan mengakibatkan pembengkakan biaya pembangunan, padahal tidak ada jaminan pembangunan jalan tersebut akan mengatasi kemacetan lalu lintas secara maksimal.
Untuk mengimbangi dan menekan laju pertumbuhan angkutan pribadi harus dilakukan perbaikan sistem angkutan umum berdasarkan kemampuan angkut yang besar, kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan perjalanan yang memadai dan karena digunakan secara masal haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau. Jadi harus ada sistem transportasi baru yang tidak terikat oleh jalan raya yang memenuhi semua persyaratan itu. Maka disinilah konsep sustainable transportation berperan, karena konsep ini lebih menekankan pada pembangunan dan penggunaan moda transportasi umum sebagai transportasi utama dalam kota. Contoh keberhasilan dalam penerapan konsep ini terlihat pada Negara Jepang yang sadar akan pentingnya keterkaitan transportasi dan lingkungan. Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan serta membangunan sistem jaringan transportasi dengan modanya yang mampu mengatasi permasalahan transportasi kota pada umumnya.
Ada banyak alernatif solusi untuk mengurangi permasalahan transportasi yang ada di perkotaan. Salah satunya dengan penerapan pembangunan infarstruktur tranportasi yang berdasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable transportation). Sebagai contoh yaitu Mass Rapid Transit (MRT), tranportasi ini umumnya berbasis kereta sebagai moda utama yang tidak memiliki dampak bagi lingkungan seperti polusi karena moda ini tidak menghasilkan emisi. Selain itu jaringan pergerakannya yang tidak berada pada jalur lalulintas umum di jalan sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Selain itu juga terdapat Light Rail Transit (LRT) yang merupakan konsep yang relatif baru dan menjanjikan untuk penerapanan di lokasi-lokasi tertentu perkotaan, meskipun lebih relevan pada kota-kota makmur daripada kota berkembang. Dalam hal kapasitas, dibandingkan dengan sistem BRT, LRT tidak memproduksi emisi lokal. Sama seperti MRT, lini LRT biasanya terpisah dari kendaraan jenis lainnya pada lintasan terpisah atau sedikit ditinggikan, atau tingkatnya benar-benar terpisah. Sistem-sistem transportasi ini sudah banyak yang diterapkan di berbagai negara dan memperlihatkan keberhasilannya dalam aplikasi konsep transportasi berkelanjutan.
Hal inilah yang sedang dipelajari oleh pemerintah dan ahli transportasi di Indonesia mengenai keberhasilan penerapan konsep ini di negara luar. Meskipun secara umum konsep ini telah berhasil diterapkan di beberapa Negara, namun sampai saat ini definisi dari transportasi berkelanjutan atau sustainable transportation ini belum juga selesai dibahas oleh para ahli di dunia. Banyak kota-kota besar di dunia mempunyai sistem kereta api bawah tanah atau subway station yang memberikan alternatif tranportasi yang nyaman untuk mencapai tujuan diseluruh kota. dan untuk menghindari kemacetan yang ada di jalan raya. Pada umumnya Kereta Api bawah Tanah merupakan transportasi yang paling efektif dan termurah. Di Indonesia, khususnya Jakarta, hingga saat ini masih dalam perencanaan untuk pengadaan subway untuk mengatasi masalah kompleksitas kemacetan di kota ini. Selain itu Saat ini Indonesia juga masih dalam tahap menyelesaikan Indonesia Mass Rapid Transit (MRT) yang ditargetkan selesai 2013. Mass rapid transit (MRT) Jakarta akan beroperasi tahun 2015.


BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian dan Sejarah Transportasi
Pada umumnya transportasi merupakan proses perpindahan barang, manusia, maupun jasa yang merupakan bagian integral dari suatu fungsi masyarakat dan hampir semua kegiatan. Menurut Kamaluddin (2003), transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Transportasi menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif, dan selingan serta barang-barang dan pelayanan yang tersedia untuk dikonsumsi. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa transportasi merupakan proses perpindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya yang berbeda secara geografis melalui sistem.
Pada sebagian besar negara maju, sejumlah besar penduduk yang bekerja bepergian setiap hari dengan keadaan mekanis ke dan dari tempat bekerja, di samping perjalanan untuk berbelanja dan kegiatan sosial lainnya. Barang-barang secara rutin akan dikapalkan untuk jarak yang sangat jauh guna memenuhi kebutuhan akan barang tersebut yang merupakan salah satu bagian dari standar kehidupan yang diharapkan.
Perangkutan itu sendiri mengalami suatu permulaan pada tahun 2500 SM dimana diciptakannya kendaraan militer beroda pertama, mulai sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh para penguasa dan bawahannya untuk membangun dan memelihara jalur-jalur perhubungan dalam bentuk jalan. Dalam perkembangannya, jalur-jalur ini tak hanya digunakan untuk kepentingan kemiliteran saja, namun juga digunakan dalam bidang perekonomian dan perdagangan sehingga jalur-jalur perhubungan ini jumlahnya mengalami peningkatan karena adanya pembangunan-pembangunan baru sesuai dengan fungsinya yang kian bertambah.
Perangkutan mengalami perubahan total pada tahun 1885 ketika ditemukannya mesin pembakaran internal berbahan bakar bensin. Dan dalam rentang waktu 100 tahun, kendaraan bermotor mendorong terjadinya revolusi perangkutan di dunia. Dengan adanya kendaraan bermotor, keselamatan dan efisiensi jalan pun berubah, sehingga diperlukan rambu-rambu serta peraturan lalulintas.
2.2 Unsur, Manfaat dan Fungi Transportasi
Transportasi diperlukan karena sumber kebutuhan manusia tidak terdapat di sembarangan tempat. Selain itu, sumber yang berupa bahan baku tersebut harus melalui tahapan produksi yang lokasinya juga tidak selalu di lokasi manusia sebagai konsumen. Kesenjangan jarak antara lokasi sumber, lokasi produksi, dan lokasi konsumen itulah yang melahirkan perangkutan.
Menurut Wrapani (1990) transportasi memiliki 5 unsur utama, yaitu manusia, barang, kendaraan, jalan dan organisasi. Pada dasarnya, ke lima unsur tersebut saling terkait untuk terlaksananya transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut. Dalam hal ini perlu diketahui terlebih dulu ciri penumpang dan barang, kondisi sarana dan konstruksi prasarana, serta pelaksanaan transportasi.
Menurut Haryono (2006), fungsi utama transportasi pada dasarnya ada dua, yaitu melayani kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan. Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini timbul jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (transportasi) dari satu tempat ke tempat lain. Di sini terlihat, bahwa transportasi dan tata guna lahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan transportasi yang diwujudkan dalam bentuk lalu lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan kegiatan yang menghubungkan dua lokasi dari tata guna lahan yang mungkin sama atau berbeda. Memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, berarti memindahkannya dari satu tata guna lahan ke tata guna lahan yang lain, yang berarti pula mengubah nilai ekonomi orang atau barang tersebut. Transportasi dengan demikian merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah letak geografis barang atau orang. Jadi salah satu tujuan penting dari perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi.
2.3 Sistem Transportasi
Transportasi sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem : aktivitas, jaringan, pergerakan, kelembagaan, dan lingkungan, sedangkan perkotaan sebagai suatu sistem yang terdiri dari : penduduk, ekonomi, social, politik dan administrasi. Dalam ruang lingkup sistem tersebut terdapat sistem lingkungan yang mempengaruhi jalannya sistem-sistem tersebut. Skala ruang dari sistem ini mulai dari yang terkecil yaitu skala kota hingga skala yang terbesar yaitu internasional.
Menurut Tamin Z Ofyar (1997), hubungan dasar anatar system kegiatan, system jaringan dan system pergerakan digabungkan dalam beberapa urutan konsep yaitu:
1. Aksesibilitas
Merupakan sebuah ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan.
2. Pembangkit Lalu Lintas
Merupakan besaran perjalanan yang dibangkitkan oleh tata guna lahan.
3. Sebaran Pergerakan
Yaitu besaran perjalanan secara geografis di dalam daerah perkotaan.
4. Pemilihan Moda Transportasi
Menentukan factor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk suatu tujuan perjalanan tertentu.
5. Pemilihan Rute
Menentukan factor yang mempengaruhi pemilihan rute antara zona asla dan tujuan. Ini diperuntukkan khusus bagi kendaraan pribadi.
6. Hubungan antara waktu, Kapasitas dan arus Lalu Lintas
Waktu tempuh perjalanan sangat dipengaruhi oleh kapasitas ruas jalan yang ada dan jumlah arus lalu lintas yang menggunakannya.
Dari urutan tersebut sangat berguna untuk konsep perencnaan transportasi. Dimana aksesibilitas berada di posisi utama sebagai penentuan untuk dilakukannya sebuah perencanaan transportasi hingga nantinya akan diperhitungkan hubungan antara waktu kapasitas dan lalu lintas.

2.4 Isu-Isu Transportasi
Isu-isu transportasi dari dahulu hingga sekarang merupakan permasalahan yang kompleks hingga diperlukan sekali sebuah inovasi dan infrastruktur yang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Dua isu transportasi yang umum terdapat di lalu lintas darat khususnya di perkotaan yaitu kecelakaan dan kemacetan. Dua hal ini tidak lepas dari faktor sistem pergerakan dan sistem jaringan. Sebagai contoh yaitu kemacetan, hal ini terjadi disebabkan oleh demand lebih besar dibandingkan supply yang menyebabkan terjadinya penumpukan pada lokasi dan waktu yang sama. Kemacetan ini biasanya juga disebabkan karena sistem hirarki jaringan yang tidak sesuai dengan kondisi eksisting lingkungan, seperti hirarki jaringan bottle neck yang menyebabkan penumpukan moda transportasi. Permasalahan transportasi terhadap lingkungan antara lain yaitu pencemaran udara dan kebisingan.
Menurut Thomson (1977) dalam Tolley R dan Turton Brian (1995) dalam bukunya yang berjudul Transport Systems, Policy and Planning, permasalahan transportasi perkotaan ada 7 yaitu:
1. Public transport crowding
2. Difficulties for pedestrians
3. Parking difficulties
4. Environmental impact
5. Accident
6. Traffict movement
7. Off-peak inadequacy of public transport
Dari hasil studi World Health Organization (WHO) 50% sampai 80 % transportasi Kota Metro Manila telah mencemari udara perkotaan setempat. Polusi yang berasal dari kegiatan transportasi kemudian dikaitkan dengan timbulnya beberapa keluhan yang tercatat seperti gangguan saluran pernafasan dan keluhan gangguan pada jantung. Dari hasil studi epidemologi yang berhubungan dengan pencemaran udara diketahui beberapa keluhan seperti asma, bronchitis, serangan jantung dan stroke, data yang lain juga menunjukkan pencemaran udara khusus dari kegiatan transportasi diperkirakan telah mengakibatkan kematian 200.000 orang sampai 570.000 orang setiap tahun di seluru belahan Bumi (Onogawa, 2007:5 dalam Pramono, 2008).
Permasalahan-permasalahan transportasi tersebut berkaitan erat dengan pola tata guna lahan, karena sector ini sangat berperan dalam menentukan kegiatan dan aktivitas pergerakan yang terjadi. Permasalahan ini bila tidak segera ditangani dengan suatu sistem dan solusi yang tepat, akan dapat memperbesar dampak dan permasalahan yang ditimbulkan serta pemborosan penggunaan energy yang sia-sia. Untuk memberikan alternatif pemecahan yang tepat, maka diperlukan suatu sistem pendekatan yang tepat pula yang mencakup seluruh aspek yang terkait.
Di negara-negara yang maju akan teknologi, permasalahan transportasi seperti kemacetan dan kecelakaan menjadi sebuah tantangan bagi negara tersebut untuk mengatasinya. Kesadaran akan keselamatan dan kenyamanan dalam menggunakan transportasi merupakan modal dalam pembangunan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan.
2.5 Transportasi Berkelanjutan (Sustainable Transport)
Menurut The centre of sustainable transportation Canada (2002, 1) definisi sustainable transportation adalah :
1. Memberikan akses utama/dasar yang dibutuhkan oleh individu dan masyarakat agar keamanannya lebih terjaga dan cara yang sesuai dengan manusia dan kesehatan ekosistem, dan dengan keadilan dalam dan antar generasi.
2. Dapat menghasilkan, mengoperasikan secara efisien. Memberikan pilihan moda trasportasi dan mendukung pergerakan aspek ekonomi.
3. Membatasi emisi, dan pemborosan dalam kemampuan planet untuk menyerapnya, meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak bisa diperbarui, membatasi penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui agar kualitasnya tetap terjaga.menggunakan dan memperbarui bagian-bagiannya, dan meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menyebabkan kegaduhan.
Sedangkan berdasarkan Brundtland Commission dalam CAI-Asia (2005: 11) definisi dari sustainable transportation dapat diartikan sebagai kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur yang tidak meninggalkan masalah atau biaya-biaya untuk generasi mendatang guna menyelesaikannya dan menanggungnya. Definisi yang lebih resmi telah lebih awal dikeluarkan oleh the world bank (1996) yang menyatakan secara konseptual, sustainable transportation adalah transportasi yang melayani tujuan utama sebagai penggerak ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sustainable transportation merupakan suatu bentuk usaha dalam pembangunan infrastruktur transportasi yang mengutamakan kemanan dan kenyamanan pengguna. Transportasi tidak hanya untuk dinikmati di masa sekarang tetapi juga untuk dimasa yang akan datang. Konsep dari sustainable transportation ini yaitu penggunaan transportasi yang ramah lingkungan karena semua kegiatan transportasi harus dilakukan secara efisien dan efektif baik pemakai kendarannya ataupun bahan bakar yang digunakan.
Menurut the centre for sustainable Transportation (2002) visi dari sutainable transport adalah:
1. Focus an access: dalam sustainable transportation harus memperhatikan pengguna transportasi, baik akses terhadap barang, jasa dan peluang sosial terutama pada pengguna/masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
2. Non-motorized transportation: semakin banyaknya kendaraan bermotor membuat masyarakat jenuh akan kepadatan jalan raya dan polusi yang dikeluarkan setiap harinya. Sehingga berjalan, bersepeda, rollerblade dan moda transportasi non-motorized lainnya lebih dipilih masyarakat karena lebih menyenangkan dan ramah lingkungan.
3. Motorized transportation by current means: transportasi bermotor saat ini mirip dengan transportasi pada tahun 2000 awal, namun kendaraan yang digunakan pada sustainable transportation saat ini jauh lebih hemat dalam mengeluarkan energi. Selain itu, penggunaan kendaraan tersebut juga harus didukung oleh tata letak dan desain tata ruang kota.
4. Motorized transportation by potential means: beberapa akses transportasi saat ini menggunakan teknologi yang berbeda. Bahan bakar yang digunakan menggunakan bahan bakar terbarukan, seperti sumber daya hydrogen yang dihasilkan dari energy surya, sistem transportasi jalan raya otomatis, layanan kereta api maglev.
5. Movement of goods: Pergerakan barang menggunakan moda transportasi harus sesuai dengan ukuran dan jarak pengiriman dan harus meminimalkan emisi yang dihasilkan.
6. Less need for movement of people and goods: jarak tempuh kendaraan bermotor lebih pendek misalnya dengan adanya compact city, sehingga akses ke setiap fungsi guna lahan bisa dicapai dengan jarak yang lebih dekat.
7. Little or no impact on the environment and on human health: emisi kendaraan lebih rendah serta tidak adanya dampak global transportasi terhadap lingkungan sehingga masyarakat tidak khawatir jika pengaruh transportasi akan mengganggu kesehatan mereka lagi.
8. Methods of attaining and sustaining the vision: harus diadakannya kebijakan yang ketat akan penerapan sustainable transportation.
9. Non-urban areas: daerah pedesaan bisa memberi kontribusi positif terhadap transportasi perkotaan.
10. Date of attainment: adanya target waktu baik jangka panjang ataupun pendek.
Sistem transportasi berkelanjutan dengan judul asli A Community Action Guide to People Centred, Equitable and Sustainable Urban Transport oleh Soejachmoen (2005:77) dikutip dalam AR. Barter dan Tamim Raad mengemukakan 10 hal utama yaitu
1. Aksesibilitas untuk semua orang sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk para penyandang cacat, kanak kanak dan lansia, paling tidak kebutuhan dasarnya.
2. Kesetaraan sosial, sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat tingkat atas yaitu pembangunan jalan raya dan jalan tol semata, penyediaan sarana angkutan yang terjangkau dan memiliki jaringan yang baik merupakan bentuk pemenuhan kesetaraan sosial sehingga masyarakat dapat merasakan pelayanan transportasi.
3. Keberlanjutan lingkungan sistem transportasi harus seminimal mungkin memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sistem transportasi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan jenis bahan bakar yang efisien dari kinerja kendaraan itu sendiri.
4. Merupakan upaya untuk memepertahankan keberlanjutan lingkungan dengan meminimalkan dampak lingkungan, kesehatan dan keselamatan sistem transportasi harus dapat menekan dampak terhadap kesehatan dan keselamatan. Secara umum sekitar 70 persen pencemaran udara dihasilkan oleh kegiatan transportasi dan ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap kesehatan terutama terhadap sistem pernafasan. Disisilain kecelakaan dijalan raya mengakibatkan 500.000 orang pertahun meninggal dan 50 juta orang lainnya cacat seumur hidupnya, hal ini akan berarti semakin meningkatnya aktifitas transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban kecelakaan lalu lintas.
5. Partisipasi masyarakat dan transparansi sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan untuk masyarakat, dengan demikian masyarakat umum haruslah diberikan porsi yang cukup untuk ikut menentukan bentuk dari moda transportasi yang digunakan serta terlibat dalam proses penyediaanya. Bukan hanya masyarakat yang telah memiliki kendaraan dan mobil saja, namun juga yang tidak memiliki kendaraan tetap memerlukan transportasi dalam keseharian, dengan demikian partisipasi juga merupakan sumbangan bagi proses perencanaan implementasi dan pengelolaan dari sistem transportasi kota.

2.6 Sistem Teransportasi Berkonsep Sustainability
2.6.1 Mass Rapid Transit
MRT ini juga disebut sebagai Angkutan umum, adalah layanan transportasi penumpang, biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos yang telah ditentukan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara eksklusif, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute atau lini yang didesain dengan perhentian-perhentian tertentu, walaupun Mass Rapid Transit dan trem terkadang juga beroperasi dalam lalu lintas yang beragam. Ini dirancang untuk memindahkan sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan. Contohnya antara lain Bus Rapid Transit, heavy rail transit dan Light Rail Transit.
Terpisah dari hal mendasar yang penting seperti biaya, kapasitas dan teknologi, hal-hal lain yang digunakan untuk menggambarkan sistem MRT antara lain yaitu jarak antara halte, luas jalur khusus, pedomanpedoman operasional dan sistem panduan. Ada empat bentuk umum Mass Rapid Transit: Bus Rapid Transit, Metro, Kereta Komuter dan Light Rail Transit.

1. Light Rail Transit (LRT)
Light Rail Transit (LRT) adalah sistem jalur kereta listrik metropolitan yang dikarakteristikkan atas kemampuannya menjalankan gerbong atau kereta pendek satu per satu sepanjang jalur-jalur khusus eksklusif pada lahan bertingkat, struktur menggantung, subway, atau biasanya di jalan, serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada lintasan atau tempat parkir mobil (TCRP, 1998). Sistem LRT mencakup pula jalur-jalur trem, meskipun perbedaan utama adalah bahwa trem seringkali beroperasi tanpa jalur khusus eksklusif, dalam lalu lintas campuran.
2. Metro
Metro merupakan terminologi internasional yang paling umum untuk subway, heavy rail transit, walaupun biasanya juga diterapkan secara umum pada sistem heavy rail transit yang sudah lebih ditingkatkan. Dalam modul ini kami gunakan “metro” untuk menggambarkan sistem heavy rail transit perkotaan yang dipisahkan secara bertingkat (grade-separated). Ini adalah jenis MRT termahal per kilometer persegi, namun memiliki kapasitas teoritis tertinggi.

3. Sistem kereta komuter
Kereta komuter atau kereta pinggiran merupakan porsi operasional jalur kereta penumpang yang membawa penumpang di dalam wilayah perkotaan, atau antara wilayah perkotaan dengan wilayah pinggiran, namun berbeda dari jenis Metro dan LRT dalam tataran bahwa kereta penumpang secara umum lebih berat, jauhnya jarak rata-rata lebih panjang, dan pengoperasiannya dilakukan di luar jalur-jalur yang merupakan bagian dari sistem jalan kereta dalam sebuah wilayah.
4. Bus Rapid Transit (BRT)
Banyak kota telah mengembangkan variasi tema tentang pelayanan bus yang lebih baik serta konsep tempat tinggal dalam kumpulan karya terbaik daripada sebuah definisi yang tegas. Bus Rapid Transit adalah satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.
Bus Rapid Transit merupakan lebih dari sekadar operasional sederhana di atas jalur eksklusif bus atau busway. Menurut studi terkini tentang busway sejajar (Shen et. al., 1998), hanya setengah dari kota-kota yang memiliki busway telah mengembangkannya sebagai bagian dari paket tindakan sistematis dan komprehensif dari jaringan angkutan massal kota yang akan kami identifikasi sebagai sistem BRT. Sementara, sistem Bus Rapid Transit selalu mencakup beberapa bentuk jalur khusus eksklusif untuk bus-bus.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Transportasi dan Tata Guna Lahan
Transportasi di perlukan karena adanya suatu pergerakan yang membutuhkan suatu sarana penunjang kegiatan pergerakan. Pergerakan tersebut dapat berupa kepentingan ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dll. Lahan di perkotaan sebesar 30% - 60% diperuntukkan untuk transportasi, khususnya untuk jaringan jalan raya dan rel kereta sebagai prasarana moda angkutan darat. Dalam merencanakan sebuah jaringan jalan hendaknya memperhatikan tata guna lahan yang ada, karakteristik permintaan, kondisi daerah setempat serta memmperhitungkan dampak adanya moda transportasi yang memalui jalan tersebut.
Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Dengan sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahan. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak bermanfaat.
Ada pula hubungan antar pola penggunaan lahan dan penduduk (sistem aktivitas) dijembatani oelh sistem transportasi termasuk prasarana (sistem jaringan) dan sarana (sistem pergerakan) seperti: angkutan non-motor, sepeda motor, angkutan pribadi, public transport, public transport penumpang baik transit maupun paratransit, dan angkutan barang sangat berperan dalam perkembangan kota.
2.2 Permasalahan Transportasi di Perkotaan
Menurut Thomson (1977) dalam Tolley R dan Turton Brian (1995) dalam bukunya yang berjudul Transport Systems, Policy and Planning, permasalahan transportasi perkotaan ada 7 yaitu:
8. Public transport crowding
Banyaknya public transport merupakan hal yang wajar yang terdapat di perkotaan. Semakin tingginya kuantitas public transport maka semakin tinggi pula kebutuhan akan daya dukung seperti terminal, kantor penjualan tiket, system jaringan dan sumberdaya manusia untuk memberikan kenyamanan dalam pelayanan.
9. Difficulties for pedestrians
Kecelakaan lalu lintas yang paling besar memakan korban yaitu merupakan pedestrians. Minimnya lahan untuk aksesibilitas pedestrians merupakan suatu permasalahan transportasi yang signifikan. Pada pinggiran jalan biasanya digunakan untuk lahan parker sehingga mempegaruhi besaran lahan untuk fasilitas pedestrians.
10. Parking difficulties
Banyak pengemudi mobil yang berhenti di tengah-tengah kemacetan lalu lintas bukan berarti memiliki tujuan bepergian melainkan mereka mamanfaatkannya untuk mencari tempat parkir. Sulitnya untuk parkir inilah yang memicu adanya “budaya” parking on street yang menyebabkan kemacetan lalulintas.
11. Environmental impact
Adanya transportasi tentunya memiliki dmpak terhadap lingkungan. Gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor menyebabkan polusi udara yang tinggi.
12. Accident
Kecelakaan merupakan masalah transportasi yang vital. Karena transportasi seharusnya memberikan kemudahan akses bagi pengguna untuk memudahkan pencapaian tujuan.
13. Traffict movement
Pergerakan lalu lintas tidak lepas kaitannya dengan kemacetan.
14. Off-peak inadequacy of public transport
Ketidakcukupan transportasi umum untuk memenuhi demand pada jam-jam puncak
Kemajuan teknologi mengakibatkan manusia tidak puas dengan kebutuhan primer saja. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi di negara-negara maju (developed) dan juga oleh negara-negara yang sedang berkembang (developing) seperti Singapura, Indonesia dan Jepang. Permasalahan tersebut
Fakta di lapangan, penggunaan angkutan pribadi seperti mobil menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, padahal asumsinya adalah mobil memberikan kenyamanan serta hidup yang lebih berarti bagi manusia. Dengan adanya mobil ini sebenarnya dapat meningkatkan mobilitas, baik bagi manusia maupun barang. Akan tetapi dengan adanya dampak negative terhadap lingkungan tersebut maka perlu adanya kesadaran bahwa lingkungan bukanlah selayaknya dianggap sebagai objek yang dikuasai dan diperas semena-mena, melainkan merupakan teman hidup yang saling membutuhkan untuk kepentingan bersama.
Untuk mengimbangi dan menekan laju pertumbuhan angkutan pribadi harus dilakukan perbaikan sistem public transport berdasarkan kemampuan angkut yang besar, kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan perjalanan yang memadai dan karena digunakan secara masal haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau. Jadi harus ada sistem transportasi baru yang tidak terikat oleh jalan raya yang memenuhi semua persyaratan itu.
Seperti di negara berkembang lainnya berbagai kota besar di Indonesia berada dalam tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga kebutuhan penduduk untuk melakukan pergerakan menjadi semakin meningkat. Mobil sebagai kendaraan pribadi sangat menguntungkan, terutama dalam hal mobilitas pergerakan. Tetapi penggunaan kendaraan pribadi juga dapat menimbulkan beberapa efek negatif yang tidak dapat dihindari. Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi mengakibatkan peningkatan perusakan kualitas hidup, terutama di daerah pusat perkotaan, kemacetan dan tundaan pada beberapa ruas jalan, dan polusi lingkungan baik suara maupun udara.
Permasalahan dan tantangan transportasi yang multi dimensi pada sistem transportasi dan sistem perkotaan, baik pada aspek perencanaan, pengelolaan, dan operasional sebagai suatu kerangka kebijakan maupun berdasarkan dimensi aspek ekonomi, social, dan lingukungan. Hal tersebut sejalan dengan konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan, dimana pencapaian kebutuhan transportasi berkelanjutan pada saat ini dan generasi mendatang adalah transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau serta ramah lingkungan.
Untuk daerah perkotaan, masalah transportasi yang terjadi utama adalah bagaimana memenuhi permintaan jumlah perjalanan yang semakin meningkat, tanpa menimbulkan kemacetan arus lalulintas di jalan raya. Masalahnya tidak hanya pada kemacetan lalulintas, tetapi juga pada perencanaan sistem transportasi. Ini memerlukan suatu penanganan yang menyeluruh. Apabila dilihat dari perkembangan transportasi perkotaan yang ada, terlepas dari krisis ekonomi yang melibatkan Indonesia sejak tahun 1997, kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) tetap merupakan moda transportasi yang dominan, baik untuk daerah urban maupun sub urban. Populasi pergerakan kendaraan pribadi yang begitu besar di daerah perkotaan ditambah dengan pola public transport yang masih tradisional, menimbulkan biaya sosial yang sangat besar akibat waktu tempuh yang terbuang percuma, pemborosan bahan bakar minyak, depresi kendaraan yang terlalu cepat, kecelakaan lalulintas, hilangnya oportunity cost, timbulnya stress, meningkatnya polusi udara, dan kebisingan. Hal ini sejalan dengan pembangunan ekonomi dan makin bertumbuhnya jumlah masyarakat golongan menengah dan menengah atas di daerah perkotaan, jauh sebelum krisis terjadi. Kenyamanan, keamanan, privacy, fleksibilitas pergerakan dan prestise merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan kendaraan pribadi tetap memiliki keunggulan sebagai moda transportasi, khususnya di daerah urban. (demand).
Kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan pemerintah dalam pengaturan transportasi memang perlu di pertegas. Karena semakin minimnya peraturan maka permaslahan transportasi akan semakin kompleks dan susah ditangani. Di negara maju seperti Cina dan Jepang sudah sejak lama kebijakan pemerintah dalam mengatur dan mengawasi sistem transporatsi diberlakukan. Contohnya kebijakan menggunakan sepeda, di negara ini kesadaran warga akan pentingnya waktu dan biaya membuat mereka lebih memilih menggunakan sepeda atau berjalan kaki serta menggunakan public transport daripada menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil.
2.3 Sustainable Transportation
Sustainable transportation merupakan sebuah pemecahan permasalahan transportasi yang kompleks di negara-negara maju dan berkembang khususnya di perkotaan besar. Konsep mendasar dari sustainable transportation ini yaitu pembangunan infrastruktur transportasi yang mengutamakan keamanan dan kenyamanan. Sistem transportasi ini lebih ditekankan pada public transport, sebab semakin menurunnya tingkat pemakaian kendaraan pribadi semakin rendah pula tingkat kemacetan, kecelakaan, serta polusi udara yang dihasilkan oleh gas buang kendaraan bermotor.
Newman dan Kenworthy (1999) dalam memberikan pengertian yang paling mendasar dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah dalam konteks global setiap pembangunan ekonomi dan sosial seyogyanya memperbaiki, bukan merusak, kondisi lingkungan. Newman dan Kenworthy (1999) mengedepankan bahwa konsep berkelanjutan pada dasarnya adalah mencoba untuk secara simultan mewujudkan kebutuhan yang paling pokok, yaitu :
1. Kebutuhan akan pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan
2. Kebutuhan akan perlindungan lingkungan bagi udara, air, tanah dan keragaman hayati
3. Kebutuhan akan keadilan sosial dan keragamnan budaya untuk memungkinkan masyrakat lokal menyampaikan nilai-nilainya dalam memecahkan isu-isu tersebut.

Penerapan konsep sustainable transportation harus memperhatikan aspek-aspek yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh adanya kegiatan transportasi, yaitu aspek sosial, ekenomi dan lingkungan .
1. Aspek Sosial
Ketersediaan dan keberadaan transportasi harus memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan dengan cara-cara yang efektif dan tidak merusak tatanan sosial. Dengan berorientasikan kepada masyarakat ketersediaan pilihan moda nyaman dan aman dapat mendukung pembangunan. Serta moda transportasi yang ramah lingkungan dimana moda tersebut memiliki gas buang yang minim sehingga dapat mengurangi polusi udara dan suara dari transportasi yang sangat mengganggu masyarakat. Pada dasarnya aspek sosial ini berorientasikan kepada keamanan dan kenyaman pengguna maupun masyarakat secara spasial.
2. Aspek Ekonomi
Sistem transportasi harus menyediakan layanan efektif dalam biaya dan kapasitas angkut penumpang. Di segi lain financial yang terjangkau dalam setiap generasi merupakan aspek ekoomi yang utama. Jadi dengan adanya sistem transporatsi ini harus mendukung aktivitas hidup manusia, sehingga sistem transportasi juga berorientasi terhadap ekonomi berkelanjutan bukan hanya untuk dimasa sekarang.
3. Aspek Lingkungan
Efektifitas dan efesiensi dalam penggunaan lahan harus menjadi dasar pertimbangan dalam pembangunan infrastruktur transportasi. Karena seminim apapun kuantitas lahan yang digunakan akan berdampak besar pada integritas ekosistem. Sistem transportasi harus menggunakan alternative sumber-sumber lain yang yang dapat diperbahatui sehingga tidak mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada. Sumber-sumber alternative ini bisa didapat dengan pengelolaan lingkungan yaitu dengan mendaur ulang bahan yang telah digunakan dalam kendaraan umum atau infrastruktur sehingga. Minimnya emisi yang dihasilkan dari transportasi juga merupakan bagian terpenting dalam aspek lingkungan, karena emisi yang dihasilkan kendaraan bermotor sangat berbahaya bagi kesehatan dan pencemaran udara.
Pemenuhan ketiga aspek tersebut dalam pembangunan infrastruktur transportasi maka sustainable transportation dapat berlangsung. Saat ini sudah banyak keberhasilan dalam penerapan sustainable transportation di beberapa negara maju dan berkembang, seperti subway dan monorail di Jepang. Sistem transportasi berkelanjutan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan public transport dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan baru sistem transportasi di era globalisasi saat ini.

2.4 Sustainable Transportation di Negara-Negara Maju dan Berkembang
Di sejumlah negara-negara saat ini telah berhasil menerapkan berbagai upaya dalam pembangunan infrastruktur transportasi kota sebagai pemecahan berbagai masalah transportasi yang seperti kemacetan, dan polusi udara. Dengan berorientasi pada konsep sustainable transportation pembangunan infrastruktur transportasi di negara-negara tersebut mampu mengurangi permasalahan transportasi yang kompleks di perkotaan. Ada beberapa contoh keberhasialan beberapa negara dalam upaya nya membangunan transportasi yang berkelanjutan dan menjadi trend sehingga memotivasi negara lain untuk ikut menerapkannnya contohnya Indonesia.
2.4.1 Mass Rapid Transportation (MRT)
A. Keunggulan Mass Rapid Transportation (MRT)
1. Penggunaan lahan
Pada dasarnya, pertimbangan yang paling utama adalah biaya (termasuk biaya konstruksi, modal berputar dan biaya operasional); yang lainnya termasuk perencanaan dan jangka waktu konstruksi, fleksibilitas implementasi, kapasitas penumpang, kecepatan dan isu-isu kelembagaan. Dampak jangka panjang terhadap kemiskinan, bentuk kota dan lingkungan juga diperhitungkan. Untuk memelihara bentuk kota yang ramah angkutan dan meyakinkan bahwa terbuka peluang kerja, kontak dan layanan bagi penduduk miskin kota, faktor krusial saat membandingkan sistem adalah potensi sebuah sistem Mass Rapid Transit untuk menjamin keuntungan berjangka panjang (sustainable transportation) -atau setidaknya stabil- dalam hal pembagian perjalanan penduduk dengan menggunakan transportasi publik daripada transportasi pribadi.
Pertimbangan-pertimbangan efisiensi lahan diterapkan pada seluruh moda MRT, walaupun pada prakteknya hanya berkembang sebagai isu kebijakan yang mempertimbangkan bus-bus dan beberapa versi LRT karena sistem kereta benar-benar sudah dipisahkan dari kendaraan lain. Seringkali BRT dan LRT mencakup pengalokasian ulang lahan jalan yang ada untuk moda-moda yang lebih efisien, sementara Metro biasanya benar-benar terpisah tingkatannya dan tak memiliki dampak terhadap kapasitas jalan, kecuali ditinggikan dalam kondisi dimana mungkin terdapat sedikit pengurangan kapasitas jalan.
2. Kecepatan dan Kapasitas Penumpang
Seluruh bentuk MRT beroperasi dengan kecepatan dan kapasitas penumpang relatif tinggi, dan persyaratan mendasar sebuah MRT dalam satu kota berkembang adalah bahwa ia dapat membawa sejumlah besar penumpang, dengan cepat. Tempat dimana Metro diaplikasikan di kota-kota berkembang, seringkali selama ini merupakan jenis MRT tercepat, sementara sistem LRT dan BRT biasanya beroperasi pada kecepatan rata-rata antara 20 dan 30 km/jam.
3. Tingkat Pelayanan
Dibandingkan dengan jenis yang berbasis jalan tak terpisah seperti bus biasa, taksi dan paratransit, sistem MRT biasanya menawarkan layanan paling unggul. Keunggulan nyata layanan ini misalnya:
1. Terminal & interchange
2. Kebersihan
3. Citra pemasaran modern
4. Informasi penumpang
5. Pengendali suhu
6. Integrasi moda
7. Integrasi dengan atraksi perjalanan utama
Dalam sejarahnya sistem berbasis kereta telah lebih baik dalam indikator “tingkat layanan”, walaupun keberhasilan Bus Rapid Transit saat ini bersaing dengan konsep-konsep tradisional.
B. Keutamaan Strategis Sistem MRT
Kota-kota berkembang tengah mengalami lalu lintas yang sangat cepat memburuk dan kondisi lingkungan yang terkait. Sebagai langkah awal, diperlukan komitmen politis untuk memberikan prioritas terhadap moda transportasi yang efisien (berkendara, berjalan kaki, bersepeda). Pengalaman di kota-kota maju menunjukkan bahwa sistem MRT cenderung berdampak kecil terhadap pola penggunaan lahan. Ini yang menuntun banyak ahli untuk merekomendasikan bahwa sistem MRT “yang adaptif” dapat digunakan, dan bukannya mencoba untuk mempengaruhi pola penggunaan lahan, melainkan daripada mengadaptasi pola penggunaan lahan yang sudah ada (contoh: Cervero, 1998). Namun demikian, di banyak kota-kota berkembang sepertinya pengaruh MRT terhadap penggunaan lahan semakin meningkat, karena kota-kota seperti itu seringkali menjalankan ekspansi ruang dengan pesat.
Kecenderungan saat ini misalnya masyarakat yang berkendara menuju gerbang dan komplek perumahan bertaman hijau di banyak kota di Asia Tenggara - seringkali menyukai bentuk kota yang tergantung pada mobil, namun sistem MRT berkualitas dapat membantu menghalangi kecenderungan semacam itu dengan cara mempertahankan pertumbuhan di sepanjang koridor utama dan di pusat-pusat kota. Sementara secara teoritis kita diberitahu bahwa kota-kota sebaiknya mengikuti pendekatan yang “berimbang”, menggunakan sistem MRT “komplementer” yang sesuai dengan keadaan setempat, pada prakteknya - khususnya di kotakota berkembang - sekali sistem MRT dikembangkan, banyak pihak cenderung menjadi akrab dengan sistem tersebut, sementara jenis angkutan lain diabaikan. Kota-kota berkembang sering kekurangan kapasitas institusional untuk mengembangkan sistem ganda secara simultan. Ini terjadi di hampir semua kota-kota berkembang yang saat ini telah menjalankan sistem berbasis kereta, termasuk contohnya Kuala Lumpur, Bangkok, Kairo, Buenos Aires dan Manila. Di semua kota ini, angkutan bus sudah diabaikan. Sistem berbasis kereta di negara berkembang, Metro, melakukan sekitar 11 juta perjalanan setiap tahun, dengan kereta sekitar 5 juta dan lightrail sekitar 2,5 juta. Sementara porsi perjalanan transportasi publik dengan kereta di Seoul dan Moskow meningkat 50%, hanya di beberapa kota saja sistem kereta mendominasi (World Bank, 2001).

2.4.2 Keterkaitan MRT dengan Pembangunan Kota
Aplikasi dan eksistensi transportasi MRT yang berpasis pada sustainable transportation ini dapat memibu perkembangan kota dari berbagai aspek. Stasiun-stasiun Mass Rapid Transit membantu mengkatalisasi kesempatan-kesempatan ekonomis dan ketenagakerjaan baru dengan bertindak sebagai simpul pembangunan. Ini merupakan pengalaman di Bogotá, dengan harga tanah yang melambung di sekitar stasiun TransMilenio dan desakan kuat dari pemilik tanah dan pebisnis untuk membangun stasiun di daerah mereka. Bogotá melaksanakan skema merebut harga inovatif dimana adanya rejeki nomplok menguntungkan bagi pemilik tanah dalam bentuk harga tanah yang melambung, secara sepihak dialihkan untuk membantu mendanai pembangunan stasiun. Sistem MRT berbasis kereta dapat memiliki dampak serupa, walaupun dalam hal bus dan kereta pemerintah memainkan peran yang penting dalam mempromosikan pembangunan di sekitar stasiun dan sepanjang rute perjalanan. Namun pada tingkat kota secara luas, dampak pada struktur kota akan lebih lemah dari yang diharapkan jika penggunaan mobil tak dibatasi dan hukum bangunan yang lemah menyebabkan pelebaran kota dan merendahnya kepadatan kota. Keberhasilan Hong Kong misalnya, merupakan hasil-hasil dari kedua sistem MRT sangat produktif yang didesain dengan baik dan kebijakan yang dipaksakan di wilayah perumahan dan perdagangan yang sangat padat di sekitar stasiun. Di Paris konsep 5 kota pinggiran dibantu oleh pelaksanaan sistem heavy rail (RER) yang menghubungkan kota-kota pinggiran ini dengan pusat Paris.
Mass Rapid Transit dapat memiliki peranan penting dalam mengurangi atau memperburuk kemiskinan. Orang-orang miskinlah yang paling tergantung pada angkutan umum sebagai akses ke pekerjaan dan layanan. Di beberapa kota masyarakat miskin kota mengeluarkan hingga 30% dari pendapatannya untuk transportasi. Orangorang miskin biasanya menetap di wilayah dengan harga sewa rendah pada pinggiran kota, dan di beberapa kasus memakan waktu hingga 2 sampai 4 jam di perjalanan setiap harinya. Yang sangat penting, dana publik yang tidak dialirkan ke pembangunan jalan dan kereta dapat digunakan untuk perbaikan kesehatan, pendidikan, lahan umum dan kualitas hidup masyarakat miskin kota. Konsentrasi pada jenis transportasi orang miskin menjadi panggilan untuk menyediakan bentukbentuk transportasi umum yang terjangkau bagi mereka, meskipun transportasi umum sebaiknya tidak boleh ditujukan hanya untuk orang-orang miskin, sebagaimana yang ditunjukkan oleh kotakota makmur di Eropa dan Asia.
Curitiba, Bogota, Sao Paulo dan Quito menunjukkan bahwa sistem busway di kota-kota negara berkembang dapat menyediakan pelayanan yang baik untuk masyarakat kelas atas dan bawah serta masih menguntungkan walaupun harga tiket relative rendah. Sebaliknya karena jangkauan subway lebih terbatas maka umumnya tidak dapat menjangkau kaum miskin yang tinggal jauh di pinggiran kota dimana biaya permukiman rendah. Kaum miskin di perkotaan membelanjakan sekitar 30% dari pendapatannya untuk kebutuhan transportasi, mereka umumnya tinggal dipermukiman murah di pinggiran kota yang tidak terjangkau oelh sistem subway. Satu hal lagi yang penting, dana masyarakat yang tidak dikeluarkan untuk pembuatan jalan raya atau rel subway dapat digunakan untuk program peningkatan kesehatan, pendidikan dan peningkatan kualitas hidup kaum miskin di perkotaan.
2.4. 3 MRT dan Dampak Lingkungan
Energi yang digunakan oleh aneka jenis transportasi berhubungan erat dengan emisi. Kereta adalah jenis MRT yang paling ramah lingkungan dalam hal penggunaan energi per orang per kilometer, meskipun hanya di tempat-tempat yang sangat padat. Emisi sangat berbeda-beda tergantung pada sumber tenaga yang digunakan untuk membangkitkan penarik listrik (pada kereta), dan teknologi bus dan bensin dalam sistem BRT. Tambah lagi, tidak seluruh sistem kereta di negara berkembang bertenaga listrik, maka terkadang terjadi dampak emisi lokal. Berdasarkan perspektif lingkungan, bagaimanapun, poin utama untuk dicatat yaitu seluruh sistem MRT secara virtual menawarkan keuntungan lingkungan bagi perluasan ketika perjalanan digantikan oleh kendaran bemotor pribadi. Mungkin yang terpenting dalam jangka panjang, dalam rangka pengurangan emisi, adalah dampak sistem MRT pada pemisahan moda, atau persentase orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum dan pribadi.
Berdasarkan pengalaman ini, tampak bahwa sistem-sistem BRT di kota-kota berkembang seperti Bogotá dan Kuritiba yang memberdayakan angkutan umum untuk memelihara atau bahkan meningkatkan bagi hasil dibandingkan kepada transportasi swasta. Di kotakota lain angkutan umum cenderung berkurang, terkait dengan dampak negatif lingkungan bukan hanya dalam hal emisi polutan setempat, tetapi juga dalam hal gas rumah tangga, suara, dan intruisi visual.
Dalam jangka waktu yang lebih lama, maka sistem MRT yang diharapkan dapat memiliki dampak lingkungan terbaik adalah yang dapat berpegang atau membatalkan moda transportasi umum yang berkurang. Dalam kasus kota-kota berkembang dengan pendapatan rendah, dampak bagi moda di kota yang menyeluruh kemungkinan hanya dengan MRT berbasis bus daripada dengan kereta. Karena biayanya membesar, sistem kereta baru dapat dikembangkan dalam wilayah di kota berkembang yang sangat terbatas, namun jangan gunakan kapasitas BRT untuk mencapai dan menjangkau wilayah yang lebih besar, atau fleksibilitas untuk beradaptasi dengan kota yang berubah dan berkembang. Dalam hal kualitas udara, faktor penting di kotakota berkembang bukanlah keberadaan emisi dari berbagai jenis MRT, namun lebih merupakan potensi untuk membuat orang meninggalkan kebiasaan bermobil dan berkendaraan bermotor, lalu naik angkutan. Dalam perkembangan bahwa sistem BRT dapat melakukan hal ini lebih baik daripada sistem kereta (dengan jangkauan yang jauh lebih terbatas), BRT memiliki dampak positif yang lebih besar terhadap lingkungan.

2.4.4 Aplikasi yang Ada di Kota-Kota Berkembang Saat Ini
1. Trem di Jerman
Trem atau lebih dikenal dengan sebutan Trem Kota termasuk kategori light rail train (LRT) yang memiliki rel khusus di dalam kota. Sistem transportasi ini memiliki sistem jam keberangkatannya biasanya berselang waktu 5-10 menit. Rangkaian trem umumnya satu set (dua kereta) karena harus menyesuaikan dengan keadaan lingkungan jalan kota yang tidak boleh terlalu panjang. Namun bisa saja dua set atau 4 kereta (HRT - Heavy Rail Transit). Disebut Light Rail karena memakai kereta ringan sekitar 20 ton seperti bus, tidak seberat kereta api yang 40 ton. Letak rel berbaur dengan lalu-lintas kota, atau terpisah seperti busway, bahkan bisa pula layang (elevated) atau subway, hanya untuk sebagian lintasan saja.
Berbagai keunggulan LRT adalah dapat dibuat oleh pabrik karoseri bus; dapat berbaur dengan lalu-lintas kota; dapat berbelok dengan radius kecil atau tajam (sekitar 15 meter, sehingga dapat menyelusuri bangunan tua pusat kota, sedangkan HRT minimum dengan radius 150 meter); mampu mengangkut 80.000 penumpang per jam, bandingkan dengan HRT 140.000 penumpang per jam, monorel 40,000 penumpang per jam, sedangkan busway hanya 25.000 penumpang per jam.

Gambar 2.1 Trem di Jerman
Trem sudah pernah dikembangkan di Indonesia pada zaman pendudukan Kolonial Belanda beroperasi di beberapa kota di Indonesia seperti di Jakarta dan Surabaya dan dihilangkan pada tahun 1960an, karena pada waktu itu tidak dirawat dengan baik sehingga dianggap mengganggu lalu lintas karena sering mogok. Berdasarkan pola jaringan sistem transportasi dari trem ini dapat dilihat konsepan dari sustainable transportation ada pada infrastruktur transporatsi ini. Karena pembuatan moda transportasi ini yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan upaya untuk meminimalisasi penggunaan lahan secara luas. Serta pembuatan moda yang efisien, tidak menimbulkan emisi dan mampu mengankut penumpang dalam skala besar serta keberlanjutan moda ini dimasa mendatang.

2. LRT di Spanyol
Kereta api ringan dikenal juga sebagai Light Rail Train (LRT) banyak digunakan di berbagai negara di Eropa dan telah mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi, sehingga dapat dioperasikan tanpa masinis, bisa beroperasi pada lintasan khusus, penggunaan lantai yang rendah (sekitar 30 cm) yang disebut sebagai low floor LRT untuk mempermudah naik turun penumpang. Kereta api ringan dibagi dua jenis. Pertama, kereta api ringan di jalan atau disebut juga LRT I, beroperasi di jalan bersama dengan lalu lintas kendaraan, tipe ini membutuhkan percepatan dan perlambatan mendekati performansi kendaraan bermotor. Kapasitas sekitar 10.000 sampai dengan 30.000 penumpang/jam. Kecepatan perjalanan sekitar 15 sampai 20 km/jam. Kedua, kereta api ringan di jalur eksklusif atau disebut juga LRT II beroperasi pada lintasan eksklusif, sehingga mempunyai keunggulan daya angkut yang lebih besar antara 25 000 sampai 40 000 penumpang per jam, kecepatan perjalanan sekitar 25 sampai 35 km/jam.
Sistem Light Rail Transit (LRT) merupakan konsep yang relatif baru dan menjanjikan untuk penerapanan di lokasi-lokasi tertentu perkotaan, meskipun lebih relevan pada kota-kota makmur daripada kota berkembang. Dalam hal kapasitas, dibandingkan dengan sistem BRT, LRT tidak memproduksi emisi lokal. Sama seperti BRT, lini LRT biasanya terpisah dari kendaraan jenis lainnya pada lintasan terpisah atau sedikit ditinggikan, atau tingkatnya benar-benar terpisah.
Jangkauan LRT mulai dari jalur trem yang konvensional di Eropa Timur dan Mesir hingga ke sistem yang bertingkat dan terpisah di Singapura dan Kuala Lumpur. Dengan pengecualian sistem trem ekstensif dari negara Pusat Eropa Timur dan bekas negara Uni Sovyet, sistem LRT hadir, atau telah direncanakan, hanya di kota-kota berkembang yang relatif makmur seperti Hong Kong, Shanghai, Tunisia, dan Kuala Lumpur, atau kota berkembang dengan pendapatan tinggi seperti Tren de la Costa di Buenos Aires. Contoh sistem LRT di kota-kota berkembang saat ini misalnya Putra yang ditinggikan serta sistem monorail yang baru-baru ini (July 2002) dibuka di Kuala Lumpur, dan lini di Shanghai’s Pearl.

Gambar 2.2 Kereta LRT di Spanyol
Walaupun sistem jaringan traasportasi ini masih membutuhkan waktu percepatan dan perlambatan ketika mendekati arus lintas kendaraan tetapi moda LRT ini mampu mengangkut kuantitas penumpanng yang besar dan tentunta ramah lingkungan karena tidak mengahsilkan emisi yang berbahaya serta tidak menimbulkan kemacetan dan polusi udara yang selama ini disebabkan oleh kendaraan bermotor di jalan raya.
3. MRT di Singapura
Transportasi Cepat Massal (Mass Rapid Transit, disingkat MRT) adalah sistem angkutan cepat berbentuk rel. Sistem transportasi umum ini sangat populer di Singapura selain jaringan bus dan merupakan sistem tertua kedua di Asia Tenggara setelah Manila. MRT pertama kali dibuka pada tahun 1987 dengan jalur antara Yio Chu Kang dan Toa Payoh. Stasiun-stasiunnya berada di bawah tanah maupun permukaan tanah. Penumpangnya mencapai 1.564 juta setiap harinya pada tahun 2007/2008, dibandingkan dengan 2.969 juta yang menggunakan bus.

Gambar 2.3 MRT di Singapura
4. Subway di Jepang
Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan tanah (subway). Namun, saat ini, MRT ataupun LRT sudah digabung penggunaannya. Karena ada LRT/MRT yang berada di bawah tanah, ada juga yang memliki jalur khusus di atas tanah. Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan di bawah tanah sebagai jalur kereta api. Transportasi ini umumnya digunakan pada kota kota besar (metropolitan) seperti New York, Tokyo, Paris, Seoul dan Moskwa. Selain itu ia juga digunakan dalam skala lebih kecil pada daerah pertambangan. Biaya yang dikeluarkan sangat mahal sekali, karena sering menembus 20m di bawah permukaan, kali - bangunan maupun jalan, yaitu 7 (tujuh) kali lipat dari pada kereta permukaan. Misalkan jika untuk membangun dengan jarak yang sama untuk permukaan membutuhkan $ 10 juta, maka yang di bawah tanah memerlukan $ 70 juta. Di Jepang pembangunan lintas subway telah dimulai sejak tahun 1905. Jakarta rencananya akan dibangun subway segmen Dukuh Atas ke Kota dari Proyek MassTransit Jakarta.


Gambar 2.4 Subway di Jepang
5. Monorel di Malaysia
Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan rel tradisional yang memiliki dua rel paralel. Akibatnya, kereta lebih lebar daripada relnya. Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet sehingga tidak sebising kereta konvensional. Sampai saat ini terdapat dua jenis monorel, yaitu tipe straddle-beam dimana kereta berjalan di atas rel dan tipe suspended dimana kereta bergantung dan melaju di bawah rel. Kelebihan monorel adalah membutuhkan ruang yang kecil baik ruang vertikal maupun horizontal. Lebar yang diperlukan adalah selebar kereta dan karena dibuat di atas jalan, hanya membutuhkan ruang untuk tiang penyangga ; tidak bising karena menggunakan roda karet yang berjalan di beton; bisa menanjak, menurun, dan berbelok lebih cepat dibanding kereta biasa; lebih aman karena dengan kereta yang memegang rel, risiko terguling jauh lebih kecil. Resiko menabrak pejalan kaki pun sangat minim; lebih murah untuk dibangun dan dirawat dibanding kereta bawah tanah.
Kekurangannya, dibanding dengan kereta bawah tanah, monorel terasa lebih memakan tempat ; dalam keadaan darurat, penumpang tidak bisa langsung dievakuasi karena tidak ada jalan keluar kecuali di stasiun; kapasitasnya masih dipertanyakan.
Keberhasilan negara-negara tersebut dalam pembangunan infratrsuktur transportasi dengan konsep sustainability merupakan suatu bentuk kesadaran akan pentingnya kemanan dan kenyaman bertransportasi serta eksistensinya di lingkungan yang memerikan dampak penting bagi semua aspek kehidupan. Aksesibilitas merupakan faktor utama dalam perencanaan transportasi. Sistem jaringan dan sistem pergerakan merupakan dua sistem pendukung dan mempengaruhi sistem transportasi.
6. Bus Rapid Transit (BRT)
Bus Rapid Transit adalah sebuah kisah sukses tentang transfer teknologi dari dunia berkembang ke dunia maju. Diciptakan di Kuritiba, Brazil, Bus Rapid Transit dengan cepat diaplikasikan di Amerika Utara, Eropa, dan Australia. Di Amerika Serikat, 17 program awal kota tengah berkembang dengan sangat cepat, dan memperoleh keuntungan besar dari program penyebaran informasi nasional. Sistem CityExpress Honolulu yang berhasil saat ini telah berkembang untu menghubungkan sistem tersebut dengan layanan terpadu antar kota yang disebut CountyExpress. Pittsburgh memulai program buswaynya pada tahun 1977 dan sekarang memiliki 3 lini busway eksklusif sejauh 26 kilometer. Hasil-hasil dari program Bus Rapid Transit Amerika Serikat mengagumkan
2.5 Fenomena dan Arah Pengembangan Transportasi Perkotaan di Indonesia
Dari segi sarana transportasi darat di Indonesia, terjadi penurunan jumlah armada operasi yang disebabkan oleh kenaikan harga suku cadang, kenaikan biaya modal yang diakibatkan kenaikan suku bunga karena kenaikan kurs dollar serta persaingan dengan moda transportasi lain (terutama transportasi udara), sehingga menyebabkan biaya operasi kendaraan menjadi tinggi, sedangkan kenaikan tarif relatif rendah, karena daya beli masyarakat yang rendah. Selain itu kualitas pelayanan menjadi sangat rendah, sehingga banyak kendaraan umum yang sebenarnya tidak layak beroperasi, tetap dioperasikan.
Dari segi lingkungan juga akan sangat mengganggu karena polusi udara dari gas buang yang tidak memenuhi persyaratan. Padahal persyaratan lingkungan akan menjadi salah satu persyaratan internasional, apakah suatu kota layak dikunjungi. Subsidi public transport memerlukan biaya yang tinggi, padahal kondisi keuangan pemerintah saat ini juga dalam keadaan kritis. Pengguna jasa angkutan kereta api saat ini mengalami kenaikan yang sangat tinggi, tetapi ini belum diimbangi dengan peningkatan pengembangan jaringan dan teknologi perkeretaapian yang sesuai serta sumber daya manusia yang mencukupi, sehingga sering terjadi gangguan kecelakaan yang fatal.
Pembangunan jalur ganda diharapkan dapat meningkatkan kinerja kereta api dan mengurangi kecelakaan. Lain daripada itu, dimungkinkan pengoperasian kereta api jarak pendek dan menengah. Jaringan jalan kereta api saat ini masih terbatas di Pulau Jawa dan Sumatera, dengan kemungkinan pengembangan di Kalimantan dan Sulawesi, terutama untuk angkutan barang.
Selain itu, ketertiban transportasi di Indonesia masih sangat rendah. Tingkat kecelakaan, kematian akibat kecelakaan dan pelanggaran lalulintas yang tinggi, bahkan menduduki peringkat atas di dunia menunjukkan kurang sadarnya sebagian besar lapisan masyarakat terhadap ketertiban lalulintas. Data statistik kecelakaan transportasi sepanjang tahun 2006 yang dikeluarkan Departemen Perhubungan menyebutkan, pada angkutan kereta api tercatat sebanyak 79 kasus kecelakaan yang menelan korban meninggal dunia sebanyak 50 orang, luka berat 71 orang sedangkan luka ringan 52 orang. Kecelakaan di jalan raya lebih fatal lagi, jumlah korban meninggal selama tahun 2006 tersebut sebanyak 11.619 orang, sedangkan yang luka-luka 22.217 orang. Untuk angkutan udara terjadual, meskipun tidak menelan korban jiwa, jumlah insiden dan kecelakaan yang terjadi sebanyak 46 kasus, mulai dari pesawat yang pecah ban, tergelincir sampai pesawat yang mendarat ke bandara yang bukan tujuan akhirnya. Untuk angkutan laut dan penyeberangan, jumlah angka kecelakaan sebanyak 81 kasus, termasuk kecelakaan KMP Senopati Nusantara yang merupakan kecelakaan terburuk di tahun 2006, dengan jumlah korban dikhawatirkan melebihi angka 400 orang (Widakdo, 2007). Tahun 2007 ini diawali dengan kecelakaan fatal dari pesawat Adam Air dan kereta api Bengawan yang terjun ke sungai, yang menambah suramnya statistik kecelakaan transportasi di Indonesia. Sebenarnya, prosedur keselamatan transportasi dan peraturan-peraturan tentang keselamatan transportasi sudah ada di negara kita, hanya penerapannya yang belum dapat dilaksanakan secara konsekuen.
Fenomena masalah transportasi perkotaan di Indonesia yang lain adalah masalah parkir. Masalah ini tidak hanya terbatas di kota-kota besar saja. Tidak ada fasilitas parkir di dekat pasar-pasar. Beberapa supermarket hanya mempunyai tempat parkir yang begitu sempit, yang hanya dapat menampung beberapa kendaraan roda empat saja. Beberapa gedung pertunjukan/gedung bioskop bahkan tidak mempunyai fasilitas parkir untuk kendaraan roda empat. Hal ini menyebabkan adanya parkingon street yang dampaknya terhadap kelancaran pergerakan antar moda di jalan sehingga meninmbulkan kemacetan.
Masalah lain yang tak kalah pentingnya ialah fasilitas public transport. Public transport perkotaan, yang saat ini didominasi oleh angkutan bus dan mikrolet masih terasa kurang nyaman, kurang aman dan kurang efisien. Angkutan massal (mass rapid transit) seperti kereta api masih kurang berfungsi untuk public transport perkotaan. Berdesak-desakan di dalam public transport sudah merupakan pandangan sehari-hari di kota-kota besar. Pemakai jasa public transport masih terbatas pada kalangan bawah dan sebagian kalangan menengah. Orang-orang berdasi masih enggan memakai public transport, karena comfortability public transport yang masih mereka anggap terlalu rendah, dibandingkan dengan kendaraan pribadi yang begitu nyaman dengan pelayanan dari pintu ke pintu. Sementara itu sistem public transport massal (SAUM) yang modern sebagai bagian integral dari ketahanan daya dukung kota (city survival) masih dalam tahap rancangan dan perencanaan dan belum berada di dalam alur utama (mainstream) kebijakan dan keputusan pemerintah dalam rangka menciptakan sistem transportasi kota yang berimbang, efisien dan berkualitas. Belum terciptanya SAUM modern sebagai atribut menuju kota ”metropolitan” dan oleh karenanya belum merupakan alternatif yang patut diperhitungkan bagi pembuat.
Public transport atau transportasi umum merupakan sebuah pemecahan masalah transportasi perkotaan di Indonesia yang tepat. Dengan mengoptimalkan public transport dapat mengurangi tingkat kemacetan dan polusi udara. Seperti di Jakarta, fakta lapangan bahwa banyaknya kendaraan pribadi merupakan faktor penyebab dua permasalahan tersebut yaitu kemacetan dan polusi udara. Orang-orang lebih merasa nyaman menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil karena faktor kenyamanan dan keselamatan yang diutamakan. Seperti yang kita ketahui pelayanan sistem transportasi public transport di Indonesia masih rendah dan kurang sehingga orang-orang banyak yang engga menggunakan fasilitas public transport tersebut.
Upaya dalam mengurangi serta memecahkan permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan penerapan konsep sustainable transportation seperti di negara-negara lain yang sudah berhasil. Selain itu juga dengan perbaikan infrastruktur serta sistem transportasi masal seperti kereta dan busway mampu meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi masal sehingga jumlah pemakaian kendaraan pribadi dapat diminimalisir. Farktor keamanan dan kenyamanan merupakan hal utama dalam penentuan penggunaan public transport. Jadi penerapan konsep transportasi berlanjut atau sustainable transportation di Indonesia merupakan langkah yang tepat karena konsep ini menekankan kepada penggunaan transportasi umum di perkotaan.

2.6 Potensi dan Masalah Penerapan Sustainable Transportation di Indonesia
Beberapa tantangan pembangunan berkelanjutan diantaranya dalam hal pengambilan sumberdaya tanpa batas, penggunaan sumber energi, peningkatan polusi, penurunan tingkat pelayanan dan investasi, serta pelayanan yang buruk bagi kelompok sosial tertentu. Dengan kata lain, bahwa kajian dan fokus transportasi berkelanjutan tidak hanya pada upaya dan tindakan public untuk pembangunan dan aspek penyediaan (suppy), tetapi telah bergeser pada aspek pengelolaan dan permintaan.
Sampai saat ini di Indonesia belum memiliki transportasi yang ramah lingkungan. Padahal ini sangat diperlukan dengaan melihat kondisi transportasi yang ada banyak sekali menimbulkam permasalahn yang kompleks dan berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan transportasi di Indonesia dapat dilakukan dengan penerapan konsep transportasi berkelanjutan. Konsep ini sudah banyak diterapkan di berbagai negara dan keberhasilannya yang patut untuk ditiru oleh Indonesia. Ada banyak studi kasus yang patut dicontoh dan diterapkan di perkotaan Indonesia seperti trem, subway, busway, monorail, dan masih banyak lagi.
Di kota-kota besar Indonesia seperti Surabaya, Jakarta dan Bandung padatnya jumlah penduduk berpengaruh terhadap sistem pergerakan dan transportasi. Kemacetan dan polusi merupakan hal yang dominan di kota-kota tersebut. Dua permasalahan tersebut dapat diminimalisir dengan konsepan transportasi berkelanjutan yang eksistensinya diharapkan mampu menopang perkembangan kota dan keberhasilan dalam pembangunan infrastruktur.
Indonesia memiliki banyak potensi untuk menerapkan sistem transporatsi berkelanjutan. Seperti busway yang sudah lama beroperasi di kota Jakarta dan hingga sekarang masih menjadi salah satu moda public transport yang ada di Indonesia. Busway merupakan transportasi yang diunggulkan dan di banggakan oleh pemerintah seperti ini justru membuat masalah di jalan raya. Namun kenyataannya transportasi ini juga menimbulkan masalah yaitu antara lain kemacetan dan polusi udara. Sebenarnya dengan adanya busway ini mampu mengatasi permasalahan transportasi yang ada dan moda ini merupakan bagian dari sustainable transportation, namun di Indonesia hal ini belum dapat berjalan sesuai dengan yang di impikan karena sistem dan pelayanan dari transportasi ini dianggap masih kurang dan jauh dikatakan berhasil. Karena seperti di negara lain, busway tidak menjadi masalah baru dalam infrastruktur transportasi, dampak yang ditimbulkan hampir tidak ada dan tingginya mutu dan kualitas sistem jaringan serta pelayanannya. sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna transportasi. Namun di busway di Indonesia belum dapat memenuhi konsepan transportasi berkelanjutan tersebut karena masih mememiliki dampak negative terhadap lingkungan, contohnya saja beberapa waktu yang lalu terjadi kebakaran pada bagian belakang busway yang sedang beroperasi. Dengan adanya kejadian ini semakin membuat rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan fasilitas busway ini dan lebih memilih untung menggunakan kendaraan pribadi karena faktor keselamatan dan kenyamanan.
Sistem transportasi di Indonesia memang harus diperbaiki, pembangunan infrastuktur transportasi juga diperlukan untung menunjang kehidupan bertransportasi yang aman dan nyaman serta ramah lingkungan. Konsep sustainable transportation dia arahkan pada pembangunan transporatsi yang direncanakan pemerintah khususnya di Jakarta. Sudah sejak beberapa tahun lalu di Jakarta direncanakan akan di bangun sarana transportasi bawah tanah subway.
Transportasi bawah tanah (subway) ini adalah transportasi yang berkonsepkan pada transportasi berkelanjutan yang tepat di diterapkan di perkotaan Indonesia. Tranportasi ini memiliki sistem jaringan di bawah tanah sehingga tidak memanfaatkan lahan di atas tanah. Emisi gas yang dihasilkan dari moda ini sangat kecil dan tentunya tidak menimbulkan kemacetan dan polusi udara di darat. Mulai tahun 2011 mendatang, rencananya subway akan mulai dikonstruksikan di wilayah DKI. Pemprov DKI Jakarta memang sedang mempersiapkan proyek pembangunan subway atau kereta bawah tanah. Saat ini tahap financing, desain, pembicaraan dengan investor atau pendonor sudah selesai, sudah clear. Rencananya, pengonstruksian subway ini sudah bisa dimulai 2011 dan diperkirakan akan selesai 2015.
Rencananya subway atau jalur kereta bawah tanah di Jakarta akan dibangun dalam dua bentuk konstruksi, yakni jalur subway yang menghubungkan wilayah Utara dan Selatan Jakarta serta jalur subway yang menghubungkan wilayah Timur dan Barat Jakarta. Untuk rencana awal, jalur subway akan dibangun mulai dari wilayah Lebak Bulus hingga Dukuh Atas. Jalur subway ini dibangun bukan sekedar untuk memperindah tata ruang Jakarta, tetapi juga merupakan wujud upaya Pemprov DKI mengurangi produksi emisi karbon dan gas buang transportasi di Jakarta. Hal ini juga untuk mendukung kebijakan pemerintah mengurangi emisi gas buang hingga 26 persen tahun 2011 nanti. Karena sumber emisi gas karbon terbesar nomor satu di Jakarta adalah dari transportasi.
Namun untuk aplikasinya di perkotaan Indonesia subway ini memang masih tidak mudah. Transportasi ini membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Untuk pembangunan terowongan sebagai prasarana transportasi subway ini cukup rumit dan butuh teknologi yang memadai, termasuk perencanaan yang matang. Jepang sebagai salah satu negara yang berhasil membangun infrastruktur transportasi ini membutuhkan persiapan sekitar 15 - 20 tahun untuk membuat terowongan sebagai prasarana dari subway ini, Sebelumnya di rencanakan dengan kontinuitas pelaksanannyanya rencana tidak berubah dari waktu ke waktu, jadi ini direncanakan 15-20 tahun lampai jadi kita harus punya rencana yang bagus yang dilaksanakan secara konsisten dalam waktu panjang.
Saat ini Indonesia juga masih dalam taham menyelesaikan Indonesia Mass Rapid Transit (MRT) yang ditargetkan selesai 2013. Mass rapid transit (MRT) Jakarta akan beroperasi tahun 2015. Namun, 17 rangkaian MRT itu hanya berdaya angkut 200.000-300.000 orang per hari.
Proyek MRT akan dimulai dengan pembangunan jalur MRT 14.5 km dari Terminal Lebak Bulus hingga Stasiun Dukuh Atas. Pembangunan jalur pertama ini akan menjadi awal sejarah pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. Pengembangan untuk meneruskan jalur Dukuh Atas menuju Stasiun Kota yang akan disebut jalur utara -selatan serta pengembangan jalur timur-barat. Ini merupakan simbol bahwa kota Jakarta akan menjadi kota yang sejajar dengan kota Megapolitan Asia seperti Singapura, Hongkong, Bangkok, New Delhi, Seoul dan Tokyo.
Spesifikasi dasar dari Jalur MRT mencakup:
1. 2 Stasiun (4 stasiun bawah-tanah dan 8 stasiun layang).
2. 14.3 km Panjang Jalur (dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas)
3. Beberapa stasiun kunci akan menjadi stasiun terpadu dengan moda transportasi massal lainnya seperti busway, kereta jabodetabek, Monorail dan Waterway.
4. Kereta dan lokomotif akan berstandar internasional (berpendingin udara, dan teknologi terdepan untuk keselamatan penumpang)
5. Operasi Otomatis dengan ketepatan waktu yang tinggi
6. Eskalator dan Lift pada setiap stasiun
7. Rencana Spesifikasi Layanan Penumpang
Proyek MRT merupakan loncatan signifikan ke depan dalam modatransportasi massal berbasis rel. Sebagai sebuah konsep yang telahmatang di dunia, tidak memiliki pembanding dalam hal kenyamanan,kecepatan, kapasitas dan reliabilitas. Selain itu, proyek ini juga bisamenjadi acuan dalam efektifitas dalam perencanaan arsitektur yang berkelanjutan
1. Waktu Perjalanan diperkirakan 28 menit dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas
2. Proyeksi Penumpang 200.000 – 300.000 per hari
3. Rencana Kecepatan 27 km/jam
4. Waktu antar kereta 5,5 meni
5. Kapasitas pada Waktu Tersibuk 16.600 penumpang.
Awal rencana pembangunan infarstruktur transportasi di Indonesia ini pada tahun 1990, pada tahun 1990 – 1999 dilakukan enyusunan Masterplan Angkutan Umum Terpadu Jabodetabek tahun 1990-1992 oleh Departemen Perhubungan yang mengusulkan Pola Transportasi Terpadu antara Kereta Api, Light Rail, dan Bus. Basic Design oleh Konsorsium Indonesia-Jepang-Eropa tahun 1995-1996 dengan kesimpulan bahwa proyek ini tidak layak dilakukan dengan skema pembiayaan swasta penuh (BOT) karena biaya yang dapat ditutup dengan perolehan tiket hanya sebesar 15%. Revised Basic Design oleh Departemen Perhubungan pada tahun 1999 yang mengusulkan agar proyek ini dibiayai oleh Pemerintah dengan partisipasi swasta yang minimal.
PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) didirikan pada tanggal 17 Juni 2008, setelah terlebih dulu mendapatkan persetujuan DPRD Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah No 3 Tahun 2008 mengenai Pembentukan BUMD PT MRT Jakarta dan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2008 mengenai Penyertaan Modal Daerah di PT MRT Jakarta. PT MRT Jakarta bergerak dalam bidang pengangkutan darat, dimana kegiatan usahanya terdiri dari penyelenggaraan prasarana dan sarana perekeretaapian umum perkotaan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan prasarana dan sarana MRT, dan termasuk juga pengembangan dan pengelolaan kawasan di sekitar depo dan stasiun MRT.
Selanjutnya, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan mulai dari tahap Engineering Service, Construction hingga Operations dan Maintenance. Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap proses Pre-Qualification dan pelelangan kontraktor. Dalam tahap konstruksi, PT MRT Jakarta mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta konsultan management dan operasional. Sedangkan dalam tahap operations dan maintenance, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan termasuk memastikan agar tercapainya jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan revenue yang layak bagi perusahaan.
PT MRT Jakarta didesain dan didirikan berdasarkan rekomendasi studi dari JBIC dan telah disetujui dalam kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini. Berdasarkan pengalaman lampu, ketidak-adaan satu pintu ini menyebabkan ketidakpastian tanggung jawab yang bisa berakibat keterlambatan proyek.
Indonesia harus memikirkan dan bertindak revolusioner jika ingin mengejar ketertinggalan apabila bila ingin mengurangi kemacetan dan polusi perkotaan. Penerapan sistem Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT) ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Dari segala aspek transporatsi MRT dan LRT ini memberikan dampak positif bagi perkembangan kota. Sistem pergerakannya yang ramah lingkungan serta berbasis pada aspek sosial dan ekonomi.
Di negara yang telah maju seperti di sebagian besar negara-negara Eropa, telah dilaksanakan kerjasama antar negara dalam berbagai bidang, khususnya transportasi. Dengan kerjasama ini sistem jaringan jalan tertata dengan baik, menghubungkan berbagai pusat kegiatan di berbagai daerah dengan kualitas yang relatif seragam. Kerjasama ini telah membuahkan hasil berupa pertumbuhan dan kestabilan ekonomi yang tinggi di berbagai daerah dan di seluruh wilayah negara. Salah satu contoh kerjasama di bidang transportasi antar negara adalah kerjasama antar negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa. Mereka menyamakan persepsi di bidang transportasi seperti standar beban gandar kendaraan berat, sistem angkutan bus serta pelayanan angkutan jalan rel (kereta api). Hasilnya tampak dengan makin eratnya kerjasama antar negara, visa yang berlaku untuk semua anggota Masyarakat Ekonomi Eropa serta mata uang tunggal yang berlaku di semua anggotanya. Singapura juga merupakan contoh suatu negara yang dapat memanfaatkan fasilitas transportasinya seperti bandara dan pelabuhan lautnya untuk bekerjasama dengan negara-negara lain, dengan memberikan pelayanan yang sangat baik, sehingga pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal laut dari pelbagai negara bersedia singgah di negara tersebut, yang tentu saja sangat menguntungkan bagi pendapatan negara tersebut.
Berdasarkan hal tersebut dengan adanya hubungan kerjasama di bidang transportasi Indonesia dapat membangun dan memperbaiki tatanan infrastrukur transportasi serta pola sistem pergerakan dan jaringannya sehingga trasnportasi yang ada sekarang ini bukan hanya mampu memerikan manfaat di masa sekarang namun juga dimasa yang akan datang atau transportasi berkelanjutan. Proyeksi penduduk dimasa akan datang serta besaran tingkat kebutuhan akan transportasi merupakan faktor utama dalam perencanaan transportasi.

KESIMPULAN
Transportasi memiliki peranan yang penting dalam suatu kehidupan kota. Sistem transportasi kota yang digunakan akan mempengaruhi kualitas kota, karena transportasi berkaitan dengan pemakaian ruang, waktu dan energi. Banyak masalah yang ditimbulkan oleh transportasi seprti masalah pencemaran, kemacetan, tingginya pemakaian bahan bakar, kecelakaan dan sebagainya. Sedangkan masalah lalu lintas kota tersebut tidak dapat diatas hanya dengan membangun lenih banyak jartingan jalan baru yang memang memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan masalah lingkungan.
Sustainable Transportation merupakan sebuah konsep pembangunan infrastruktur kota merupakan suatu bentuk usaha dalam pembangunan infrastruktur transportasi yang mengutamakan kemanan dan kenyamanan pengguna. Transportasi tidak hanya untuk dinikmati di masa sekarang tetapi juga untuk dimasa yang akan datang. Konsep dari sustainable transportation ini yaitu penggunaan transportasi yang ramah lingkungan karena semua kegiatan transportasi harus dilakukan secara efisien dan efektif baik pemakai kendarannya ataupun bahan bakar yang digunakan.
Untuk mengatasi permasalahan transportasi perkotaan dapat dilakukan dengan perbaikan dan pembangunan infastruktur transportasi. Ada beberapa sistem transportasi yang ramah lingkungan dan berkonsep pada sustainability seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Laight Rail Transit (LRT). Penerapan transportasi sudah banyak berhasil diterapkan di negara-negara maju seperti Jepang, Spayol, dan lainnya. Saat ini Indonesia dalam tahap perencanaan dalam















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2002). Definition And Vision Of Sustainable Transportation. Canada: The centre for sustainable transport.
Anonim. Mass Rapid Transit ( MRT ) Jakarta (2008). (http://www.jakarta.go.id/m/news/kategori/176/m/1.11, diakses pada 10 November 2010)

Haryono (2006). Transportasi Perkotaan dan Lingkungan
Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia
Lloyd Wright. Opsi angkutan Masal : Modul Transportasi Berkelanjutan: Panduan Bagi Pembuat Kebijakan di Kota-kota Berkembang (2002) (http://www.nocster.net/spc1.shtml, diakses pada 10 November 2010)

Newman dan Kenworthy. Sustainable and Cities, Overcoming Automobile Dependence, Island Press. 1999.
Pramono, Agus. 2008. Jurnal Pengelolaan Transportasi Ramah Lingkungan
di Kota Mataram.
Putranto P. Puguh.( 2007¬). Jurnal Persepsi Masyarakat Tentang Transportasi
Tolley R and Turton B. 1995. Transport systems, Policy and Planning. Longman Singapore Publisher , Singapore.
Warpani, Suwardjoko. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. ITB: Bandung
Tamin Z Ofyar (1997), Jurnal Penerapan Konsep Interaksi Tata Guna Lahan-sistem Transpotrasi dalam Perencanaan sistem jaringan Transportasi.
World bank, Cities on the Move: An urban Transport Strategy Review, 2001, (www.worldbank.org/transport, diakses pada 10 November 2010)

World Bank. 1996. Sustainable Transport: Priorities for Policy Reform. Development in Practice Series.Washington, DC: World Bank